Pages

Jumat, 24 Juli 2009

Lima Hukum Alam (Panca Niyama Dhamma)

Salah satu pandangan keliru mengenai hukum karma adalah menganggap hukum karma merupakan satu-satunya hukum yang mengatur kehidupan manusia dan menganggap hasilnya (vipaka) sebagai nasib atau takdir yang tidak bisa diubah, sehingga seseorang hanya bisa pasrah menerima hasil dari karma (kamma vipaka). Tetapi kenyataannya tidaklah demikian.

Dalam Abhidhamma Vatara 54, dan Digha Nikaya Atthakatha II-432 dijelaskan bahwa Hukum Karma sendiri hanya merupakan satu dari dua puluh empat sebab (paccaya 24) atau salah satu dari Panca Niyama (Lima Hukum) yang bekerja di alam Semesta ini, masing-masing hukum alam ini memiliki sifat-sifatnya sendiri dan tidak diatur oleh suatu kekuatan sosok makhluk misterius manapun.

1. Utu Niyama ( Hukum Musim )
Hukum tertib "physical inorganic" misalnya : gejala timbulnya angin dan hujan yang mencakup pula tertib silih bergantinya musim-musim dan perubahan iklim yang disebabkan oleh angin, hujan, sifat-sifat panas ,sifat benda seperti gas, cair dan padat, kecepatan cahaya , terbentuk dan hancurnya tata surya dan sebagainya. Semua aspek fisika dari alam diatur oleh hukum ini.

2. Bija Niyama ( Hukum Biologis )
Hukum tertib yang mengatur tumbuh-tumbuhan dari benih/biji-bijian dan pertumbuhan tanam-tanaman, misalnya padi berasal dari tumbuhnya benih padi, gula berasal dari batang tebu atau madu, adanya keistimewaan daripada berbagai jenis buah-buahan , hukum genetika/penurunan sifat dan sebagainya . Semua aspek Biologis makhluk hidup diatur oleh hukum ini.

3. Kamma Niyama ( Hukum Karma )
Hukum tertib yang mengatur sebab akibat dari perbuatan , misalnya : perbuatan baik / membahagiakan dan perbuatan buruk terhadap pihak lain, menghasilkan pula akibat baik dan buruk yang sesuai .

4. Dhamma Niyama ( Fenomena alam )
Hukum tertib yang mengatur terjadinya sebab-sebab terjadinya keselarasan / persamaan dari satu gejala yang khas, misalnya : terjadinya keajaiban alam seperti bumi bergetar pada waktu seseorang Bodhisattva hendak mengakhiri hidupnya sebagai seorang calon Buddha, atau pada saat Ia akan terlahir untuk menjadi Buddha. Hukum gaya berat (gravitasi) , daya listrik, gerakan gelombang dan sebagainya, termasuk hukum ini.

5. Citta Niyama ( Hukum psikologis )
Hukum tertib mengenai proses jalannya alam pikiran atau hukum alam batiniah, misalnya : proses kesadaran, timbul dan lenyapnya kesadaran, sifat-sifat kesadaran, kekuatan pikiran / batin ( Abhinna ), serta fenomena ekstrasensorik seperti Telepati, kewaskitaan ( Clairvoyance), kemampuan untuk mengingat hal-hal yang telah lampau, kemampuan untuk mengetahui hal-hal yang akan terjadi dalam jangka pendek atau jauh, kemampuan membaca pikiran orang lain, dan semua gejala batiniah yang kini masih belum terpecahkan oleh ilmu pengetahuan modern termasuk dalam hukum terakhir ini.

Apapun yang terjadi dialam semesta ini bekerja sesuai dengan lima hukum alam tersebut diatas dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Keberadaan hukum-hukum alam semesta bekerja sesuai dengan ada atau tidaknya kondisi-kondisi pendukung yang muncul. Hukum alam semesta bersifat Universal, hukum ini tidak pandang bulu, selama kondisi-kondisinya tepat maka hukum ini akan bekerja.

Contohnya api, api muncul diatur oleh hukum alam, karena ada kondisi yang mendukungnya. Api akan membakar apa saja yang bisa dibakarnya. Apabila ada anak kecil yang tidak tahu bahwa api itu panas dan membakar, lalu anak itu memasukkan tangannya ke dalam bara api, maka tangannya pasti akan terbakar. Orang yang tahu bahwa api bisa membakar, juga akan terbakar bila tangannya masuk ke dalam bara api. Orang yang tidak percaya bahwa api bisa membakar juga akan terbakar. Orang yang percaya juga akan terbakar. Orang yang memuja api tiap hari, menjadi pengikut setia api, juga akan terbakar kalau tangannya dimasukkan kedalam bara api. Tahu atau tidak tahu, percaya atau tidak percaya, dipuja atau dibenci, dimanapun , siapapun dan kapanpun selama ada kondisi pendukung yang tepat, maka api akan membakar tanpa pandang bulu.

Berdasarkan pengetahuan bahwa ada Lima hukum yang mengatur alam semesta, jelas bahwa Karma hanyalah salah satu dari beberapa penyebab yang menjadikan kita , misalnya ;

- Terlahir cantik, jelek, utuh atau cacat mungkin disebabkan oleh Turunan ( hukum Biologis / Bija niyama ), bukan semata-mata oleh perbuatan yang baik atau buruk di masa lampau.

- Cerdas atau bodoh mungkin disebabkan oleh keadaan sosial dan pengaruh orang tua ( hukum fisika dan hukum psikologik), bukan semata-mata oleh perbuatan yang baik atau buruk di masa lampau.

- Mati muda atau berumur panjang mungkin karena gabungan anatara masalah gizi ( hukum Biologis), lingkungan yang sehat ( hukum Fisika) dan mungkin pula sikap dan pandangan hidup (hukum psikologik), bukan semata-mata oleh perbuatan yang baik atau buruk di masa lampau.

Menghubungkan semua yang terjadi pada kita ( baik ataupun buruk ) sebagai semata-mata akibat dari perbuatan masa lampau, menurut Sang Buddha, berarti menutup mata pada kaidah sebab dan akibat yang telah dibenarkan oleh pengalaman kita sendiri, Beliau bersabda :

" Sehubungan dengan itu, ada penderitaan yang ditimbulkan oleh empedu, oleh lendir, dari udara, oleh kecelakaan, oleh keadaan yang tak dapat diketahui sebelumnya dan juga oleh hasil perbuatan lampau seperti diketahui dari pengalamanmu sendiri. Dan kenyataan bahwa penderitaan timbul dari berbagai penyebab telah diketahui dunia sebagai suatu kebenaran.... Oleh karenanya pertapa dan kaum Brahmin yang berkata : " Apapun kesenangan atau penderitaan atau keadaan batin yang dialami seseorang, kesemuanya disebabkan oleh perbuatan masa lampau," Maka pernyataan mereka bertentangan dengan pengalaman setiap orang yang telah diakui kebenarannya oleh dunia. Oleh karenanya, aku katakan bahwa mereka itu salah ".


Paticcasamuppada
( Sebab-musabab yang saling bergantungan )
" Dengan adanya ini, terjadilah itu.
Dengan timbulnya ini, maka timbulah itu.
Dengan tidak adanya ini, maka tidak adalah itu.
Dengan lenyapnya ini, maka lenyaplah itu. "

(Khuddhaka Nikaya, Udana 40 )


Sebab musabab yang saling bergantung (Paticcasamuppada) itu seringkali dibabarkan oleh Sang Buddha dan ini merupakan pokok Dharma yang penting sekali dalam Buddha Dhamma. Doktrin yang terkandung sangat dalam dan luas, sehingga tidak mungkin ditelaah secara lengkap dalam karangan yang terbatas. Tulisan ini semata?mata dibuat berdasarkan ajaran Buddha untuk menjelaskan doktrin ini dengan mengesampingkan rincian yang rumit di dalamnya. Di dalam salah satu sutta Sang Buddha bersabda:

" Mereka yang melihat Paticcasamuppada, juga melihat Dhamma. Mereka yang melihat Dhamma, juga melihat Paticcasamuppada."

(Maha-hatthipadopama Sutta; Majjhima Nikaya 28,)

Dalam sutta yang lain disebutkan juga:

" Mereka yang melihat Dhamma melihat Buddha,
mereka yang melihat Buddha melihat Dhamma."


Jadi paticcasamuppada ini sangat erat sekali kaitannya dengan pengertian terhadap Dharma secara utuh. Dalam Mahanidana Sutta, Bhikkhu Ananda setelah mendengarkan paticcasamuppada menyatakan kepada Sang Buddha:

" Sungguh dalam paticcasamuppada ini. Sebab musabab yang saling bergantung ini yang muncul dan padam saling terkait, dan tergantung mengkondisikan segala sesuatu ini. Sungguh dalam, sungguh halus. Tapi setelah saya melihatnya, Dhamma tersebut ternyata sangat sederhana."

Atas pernyataan Bhikkhu Ananda ini, Sang Buddha menyatakan:

" Janganlah berkata demikian Ananda, janganlah berkata demikian. Karena Paticcasamuppada ini demikian dalam, demikian halus, sulit untuk dipahami oleh mereka yang kekotoran batinnya masih tebal."

Paticcasamuppada adalah suatu ajaran yang menyatakan adanya sebab-musabab yang terjadi dalam kehidupan semua makhluk, khususnya manusia. Hukum ini menekankan suatu prinsip penting bahwa semua fenomena di alam semesta ini merupakan keadaan relatif yang terkondisi dan tidak bisa muncul dengan sendirinya tanpa kondisi-kondisi yang mendukungnya. Sebagai contoh ; kita amati sebuah lampu minyak. Api dalam lampu minyak menyala tergantung pada minyak dan sumbu. Selama ada minyak dan sumbu, maka api dalam lampu minyak bisa menyala. Dengan menganalisa dan merenungkan Paticcasamuppada inilah, Petapa Gotama akhirnya mencapai Penerangan Sempurna menjadi Buddha.

Sejujurnya saja, kita ini masih banyak diliputi oleh dukkha ( penderitaan / ketidakpuasan), hal ini dapat kita amati dalam kehidupan sehari-hari, kita masih bersusah-payah dengan bekerja keras, sebagai pedagang, pegawai, bersekolah untuk mendapatkan gelar sarjana agar memperoleh jabatan tertentu disuatu perusahaan/instansi pemerintah dan sebagainya, untuk apa semua itu ? tentu saja untuk mendapatkan uang bukan ?, setelah memiliki sejumlah uang, timbul keinginan ini dan itu......, ini pertanda bahwa kita belum terpuaskan / menderita dengan semua keinginan itu .

Menderita, apa sebabnya?
Bagi kalangan tertentu penderitaan itu disebabkan oleh ? nasib / takdir ?. Dari sisi Buddha Dhamma kita diajarkan untuk melihat bahwa segala sesuatu itu ada sebab -musababnya bukan dengan tiba-tiba / kebetulan atau takdir. Semua sebab penderitaan dalam kehidupan ini karena kita dilahirkan. Kalau sudah lahir, suatu saat kita akan mengalami sakit , tua dan mati.

Mengapa ada kelahiran?
Karena ada dorongan yang menimbulkan kekuatan kelahiran yaitu dorongan perbuatan / karma.

Mengapa ada perbuatan?
Karena ada kemelekatan untuk melakukan hal-hal tersebut atau merealisasikan apa yang kita lekati.

Mengapa ada kemelekatan?
Karena ada keinginan. Kalau ada sesuatu yang kita inginkan maka timbul satu keinginan yang kuat, hasrat rendah/nafsu. Begitu tercapai, ingin lagi, ingin lagi. Itu yang menimbulkan kemelekatan.

Mengapa timbul keinginan?
Karena ada perasaan, dari perasaan timbul keinginan terhadap sesuatu. Perasaan muncul karena adanya kontak.

Mengapa ada kontak?
Karena indera. Kita mempunyai indera karena kita mempunyai batin dan jasmani.

Mengapa ada batin dan jasmani?
Karena ada kesadaran yang membentuk batin dan jasmani, salah satunya adalah kesadaran tumimbal lahir.

Mengapa bisa muncul kesadaran yang menyebabkan tumimbal lahir itu?
Karena adanya perbuatan/karma.

Mengapa muncul kamma?
Karena akibat dari ketidaktahuan (avijja) maka kita melakukan ini dan itu. Jika diurut, sebab menimbulkan akibat, akibat mengkondisikan untuk akibat yang berikutnya, sebab akibat menjadi sumber dari sebab berikutnya, maka semuanya ada 12 mata rantai sebab-musabab (nidana)

Keduabelas mata rantai itu diuraikan demikian detil oleh Sang Buddha, sehingga Sang Buddha memahami bahwa itu adalah uraian yang sangat halus. Begitu halus dan sungguh sulit untuk menguraikan dan membabarkan paticcasamuppada, maka dibuatlah simbol-simbol atau gambar-gambar.

Sepertinya Agama Buddha itu ruwet, rumit, dan mendetil sekali. Ini faktanya, justru Sang Buddha tidak pernah menutup-nutupi. Ada sebab musabab didalamnya, tidak muncul begitu saja, bukan karena takdir/nasib tapi ada sebab-sebabnya.

Prinsip umum Paticcasamuppada adalah Dengan timbulnya ini maka timbullah itu, dengan adanya ini maka adalah itu, dengan padamnya ini maka padamlah itu, dengan tidak adanya ini maka itupun tidak ada (Samyuttanikaya II,28). Kalau empat kalimat ini berkurang satu, maka rumusan paticcasamuppada menjadi tidak lengkap dan salah. Dengan timbulnya avijja/kebodohan, maka muncullah perbuatan ini dan itu. Dengan timbulnya ini dan itu, maka muncullah kesadaran. Begitu juga untuk yang berikutnya, dengan adanya avijja, muncullah perbuatan-perbuatan. Dengan padamnya avijja, maka padamlah tindakan ini dan itu yang tak berguna. Begitu seterusnya......

" Karena ketidakmampuan mereka untuk memahami sebab-musabab yang saling bergantungan, maka orang terjerat seperti bola benang dan tidak dapat melihat kebenaran, selalu diliputi penderitaan, terlahir dalam kondisi yang sedih dan suram, dimana ada kebingungan dan penderitaan berkepanjangan. Dan mereka tidak tahu bagaimana melepaskan diri mereka sendiri untuk keluar .", demikian menurut Sang Buddha pada saat beliau berbicara kepada Ananda.

Sering saia denger tentang KARMA…

kemaren malam, ada yang cerita juga sih soal KARMA ini…jangan-jangan dia kena KARMA, ato ada pula yang takut, jangan-jangan nanti kena KARMA…

Jadi penasaran sebenernya, apa itu KARMA ..????

Pagi ini saia browsing dan menemukan banyak pemahaman mengenai KARMA..

Tidak semuanya bisa saia “kunyah” dan saia “telan”..makanan keras untuk pagi hari…ditambah ribetnya siaran dan laporan yang belum saia selesekan…

mudah-mudahan, artikel ini bermanfaat ya…

memberikan sedikit gambaran mengenai KARMA

Dari sudut pandang BUDHA

(http://www.nshi.org)

Sang Buddha bersabda : " Sesuai dengan benih yang ditanam, itulah buah yang akan Anda peroleh. Pelaku kebaikan akan mengumpulkan kebaikan. Pelaku keburukan, memperoleh keburukan. Jika Anda menanamkan benih yang baik, maka Anda menikmati buah yang baik." (Samyutta Nikaya I, 227).

Misalnya orang yang sedang mengalami musibah, ia sering dikatakan sedang memetik karmanya, tetapi orang yang sedang bahagia mendapat keberuntungan tidak disebutkan sedang memetik karmanya. Demikian juga ada orang yang memiliki nurani baik tetapi hidupnya menderita dan miskin, dan ada orang yang nuraninya tidak baik tetapi hidupnya sukses dan nampak bahagia. Dalam konsep ini, secara sepintas Hukum Karma tidak adil. Namun perlu diingat bahwa kehidupan sekarang merupakan ladang dari perbuatan-perbuatan yang lampau sehingga banyak orang yang kurang memahaminya, maka timbulah pengertian yang keliru

“ Selama perbuatan jahatnya belum masak, orang yang berpandangan keliru akan merasakan manis seperti madu; tetapi apabila perbuatannya telah masak, maka ia akan merasakan pahitnya penderitaan” (Dhammapada: 69)

Untuk memahami kondisi bekerjanya karma sebagai suatu Hukum Sebab Akibat, kita dapat memulainya dengan mengenali adanya hukum yang bekerja di alam semesta ini. Dalam Abhidhamma Vatara 54, dan Dighanikaya Atthakatha II-432, dapat ditemui adanya Lima Hukum Alam [Pancaniyama Dhamma] , yaitu :

  1. Rtu Niyama [Utu Niyama], yaitu hukum sebab-akibat yang berkaitan dengan suhu, contohnya gejala timbulnya angin dan hujan, bergantinya musim, perubahan iklim, sifat panas, dan sebagainya.
  2. Bija Niyama, yaitu hukum sebab-akibat mengenai biji-bijian, contohnya sesawi berasal dari biji sesawi, gula berasal dari tebu, dan sebagainya.
  3. Karma Niyama [Kamma Niyama], yaitu hukum sebab-akibat yang berkaitan dengan perbuatan, contohnya perbuatan baik akan menghasilkan akibat baik, dan perbuatan buruk akan menghasilkan akibat buruk.
  4. Citta Niyama, yaitu hukum sebab-akibat yang berkiatan dengan hasil pikiran, misalnya proses kesadaran, timbul dan lenyapnya kesadaran, sifat kesadaran, kekuatan batin, telepati, kemampuan membaca pikiran orang lain, kemampuan mengingat hal-hal yang telah terjadi, dan sebagainya.
  5. Dharma Niyama [Dhamma Niyama], yaitu hukum sebab-akibat yang berkaitan dengan gravitasi, berupa gejala alam yang menandai akan terlahirnya atau meninggalnya seorang Bodhisattva ataupun seorang Buddha.

Menurut masa berlakunya, dapat diurut sebagai berikut :

  1. Karma yang berlaku segera [ditthadhammavedaniya kamma]
  2. Karma yang berlaku sesudahnya [upapajjavedaniya kamma]
  3. Karma yang berlaku untuk jangka waktu tidak terbatas [aparapariyavedaniya kamma]
  4. Karma yang kadaluarsa [ahosi kamma]

Menurut fungsinya [kicca] karma, maka dapat digolongkan atas :

  1. Karma penghasil [janaka kamma]
  2. Karma penunjang [upatthambaka kamma]
  3. Karma pelemah [upapidaka kamma]
  4. Karma penghancur [upaghataka kamma]

Sedangkan penggolongan karma menurut urutan akibatnya [vipakadanavasena], dapat dikelompokkan sebagai berikut :

  1. Karma yang berat [garuka kamma]
  2. Karma menjelang kematian [asanna kamma]
  3. Karma kebiasaan [acinna kamma]
  4. Karma yang bertimbun [katatta kamma]

Beberapa perbuatan berikut akan menghasilkan karma baik:

  1. Selalu bersifat kedermawanan [dana]
  2. Menjaga moralitas yang baik [sila]
  3. Senantiasa melakukan meditasi [bhavana]
  4. Melakukan penghormatan [apacayana]
  5. Pengabdian yang mendalam [veyyavacca]
  6. Senantiasa mengirim jasa kepada makhluk yang menderita [pattidana]
  7. Berbahagia atas perbuatan baik dari pihak lain [anumodana]
  8. Mendengarkan Dharma [dhammasavana]
  9. Membabarkan Dharma [dhammadesana]
  10. Meluruskan pandangan salah [ditthijjukamma]

DARI SUDUT PANDANG ISLAM

(www.kafemuslimah.com)

Karma yang biasa digunakan adalah karma dalam konsep teologi Hindhu: kebaikan akan berbuah kebaikan, keburukan akan dibalas keburukan. Bedanya, dalam konsep Hindhu, karma menimpa hanya kepada dirinya, keluarganya, dan keturunannya. Dalam konsep Islam, tajsimu al-a'mal, amal baik maupun amal buruk, berakibat bukan saja kepada dirinya, keluarganya dan keturunannya, tetapi juga dapat menimpa warga bumi lainnya.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya” QS Fushshilat 8.
“Dan orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh (berada) di dalam taman-taman surga, mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhan mereka. Yang demikian itu adalah karunia yg besar. “QS Asy-Syura 22.


Islam tidak pernah mengenal Karma dan tidak mengajarkannya. Karma adalah sebuah peninggalan dari agama Hindu dan Budha. Dalam ajaran agama Hindu dan Budha sebelum seseorang mencapai nirwana (pengertian surga bagi mereka) maka yang berdosa harus membayar dahulu semua dosanya di dunia dengan cara diberi kesempatan kedua berupa karma. Yaitu mereka dilahirkan kembali dan katanya akan menghadapi masalah yang sama, nah katanya lagi nih, disinilah mereka diuji apakah mereka memang ingin menebus dosa atau tidak. DI Indonesia sendiri, pengertian karma ini berkembang menjadi hukuman setimpal yang akan menimpa anggota keluarga ke pelaku. Semua ini tentu saja tidak dikenal dalam ajaran Islam. Artinya, jika ada seseorang yang berbuat jahat, maka balasan atas perbuatan itu akan menimpa orang yang paling dicintai oleh pelaku di masa yang akan datang, entah itu adik atau kakaknya, anak atau cucunya. Begitu. Yang ingin saya tekankan kemudian adalah: Tidak ada karma dalam Islam.


Islam, adalah agama yang penuh dengan rahmah. Betul setiap orang pernah melakukan dosa dan bahkan punya kesalahan. Tapi, pintu untuk meminta maaf dan bertobat senantiasa terbuka lebar bagi siapa saja yang ingin memperbaiki diri ke arah yang lebih diridhai Allah.

“Katakanlah, Hai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya, Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs Az Zumar: 53)

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (Qs Ani Nisa:48)

“Sesungguhnya jika seorang hamba mengakui dosanya, kemudian bertaubat maka Allah menerima taubatnya.” (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (QS 17:15)

DARI SUDUT PANDANG KRISTEN

(www.agapemedia.blogspot.com – pada artikel tentang hukum karma dan hukum tabor tuai)

Dalam Alkitab kita mengenal sebuah hukum yang hampir sama dengan hukum karma, namun sebenarnya berbeda jauh. Hukum ini dinamakan hukum tabur tuai. "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya" (Galatia 6:7). Setiap perbuatan yang ditaburkan seseorang semasa dia hidup, pada beberapa waktu kemudian dia akan menuainya, inilah yang dinamakan hukum tabur tuai. Seperti halnya seorang petani padi. Benih-benih padi yang sudah dia taburkan dalam beberapa waktu kemudian akan menguning dan siap untuk dituai. Tidak mungkin benih padi yang ditaburkan, yang dituai gandum. Alkitab banyak menuliskan mengenai hukum tabur tuai. "Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam" (Kejadian 8:22). "Sebab mereka menabur angin, maka mereka akan menuai puting beliuang" (Hosea 87a). "Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga" (II Korintus 9:6).

Hukum tabur tuai ini akan berakhir pada saat seseorang tersebut meninggal dunia. Segala perbuatannya, entah baik atau jahat, berhenti di sini. Sebab orang Kristen tidak mengenal adanya reinkarnasi. Yang ada adalah kebangkitan kekal.

Apa persamaan dan perbedaannya?

Persamaan Hukum Karma dan Hukum Tabur Tuai

- Ada karena dosa

- Sama-sama hukum sebab akibat

- Menabur apa yang dituai seseorang

Perbedaan Hukum Karma dan Hukum Tabur Tuai

HK: Dasarnya dari ajaran agama Hindu

HT: Dasarnya dari Alkitab

HK: Melakukan selama hidup seseorang, tapi menuainya di kehidupan mendatang

HT: Melakukan sema dia hidup dan menuai pada masa hidupnya pula

HK: Karma menentukan wujud di kehidupan mendatang

HT: Perbuatan tidak menentukan di kehidupan mendatang

HK: Keselamatan ditentukan oleh karma seseorang

HT: Keselamatan ditentukan oleh anugerah Tuhan

(www.agapemedia.blogspot.com – pada artikel tentang hukum karma dan hukum tabor tuai)


Hukum Tertib Kosmis

E-mail Print PDF
I. Hukum Tertib Kosmis
Ajaran Buddha tidak mengabaikan peran yang dimainkan oleh Hukum atau Proses Alam. Hukum yang mengatur alam semesta dinamakan hukum tertib kosmis. Hukum tersebut terdiri dari 5 macam, yaitu :
I.1. Hukum Fisik Anorganik/ Utu Niyama/ Physical Laws
- Fenomena musiman dari Angin dan Hujan.
- Hukum-hukum yang tepat mengenai Pergantian Musim.
- Karakteristik peristiwa dan perubahan musim.
- Sifat alamiah dari panas, dingin dll.
I.2. Hukum Biji-Bijian atau Fisik Organik/ Bija Niyama/ Biological Laws
- Padi tumbuh dari biji.
- Rasa manis dari gula tebu atau madu.
- Uniknya karakteristik dari buah tertentu.
- Teori ilmu pengetahuan tentang Sel dan Gen, serta kemiripan pada Anak Kembar mungkin dapat dijelaskan berdasarkan pada hukum ini.

I.3. Hukum Perbuatan dan Akibatnya /Kamma Niyama/ Moral Laws
- Tindakan yang sengaja ataupun tidak disengaja menghasilkan hasil yang baik dan buruk.
- Sesuai benih yang ditabur

I.4. Hukum Pikiran dan Psikis /Citta Niyama /Psychic Laws
Proses Kesadaran, Kelanjutan Kesadaran, Kekuatan Pikiran, Termasuk Telepati, Telesthesia, Mata Dewa, Telinga Dewa, Kemampuan mengingat Hal-Hal Lampau (Retro-Cognition), Kemampuan Meramal (Premonition), Kemampuan memBaca Pikiran dan Fenomena Psikis lainnya yang tidak dapat dijelaskan oleh Ilmu Pengetahuan Modern

I.5. Hukum Realita/ Dhamma Niyama/ The General Law of Cause and Effect
Gejala Alam yang terjadi pada saat kelahiran terakhir seorang Bodhisattva. Hukum Gravitasi dan hukum-hukum alam lainnya juga dimasukan dalam kelompok ini.

II. INTERDEPENSI HUKUM YANG SATU DENGAN YANG LAIN
Kelima Niyama tersebut sebenarnya Tidak Terpisahkan satu sama lain. Lima Niyama itu secara integratif menunjuk satu realitas, Beroperasi dalam satu kesatuan, Terkait dan saling bergantungan satu sama lainnya. Istilah yang diberikan untuk menunjuk keterkaitan tersebut di atas adalah Interdependensi.

Interdependensi antara Dhamma Niyama dengan Kamma Niyama terwujud dari kaitan yang erat antara gerakan benda-benda di kosmos dengan karma kolektif makhluk, misalnya ada meteor yang jatuh di suatu lokasi dan menewaskan banyak penduduk setempat. Interaksi antara kedua hal ini yang menyebabkan mengapa meteor itu jatuh di tempat tersebut dan tidak tempat lain. Selain mengapa hanya orang-orang itu saja yang tewas, sementara yang lainnya selamat.

Kini kita akan membahas interdependensi antara Bija Niyama dengan Kamma Niyama. Sebagai contoh, energi negatif yang di hasilkan dari pembantaian binatang secara terus menerus (kamma niyama) bisa mencapai titik tertentu yang mengaktivasi kan munculnya Wabah Penyakit Baru. Munculnya penyakit baru itu berasal dari kuman yang bermutasi atau bahkan kuman baru (bija niyama). Ternyata setelah orang berhasil menemukan obat bagi penyakit baru itu, muncul kuman baru yang lebih ganas.

Siklus ini tidak akan pernah berakhir selama kita masih mengkonsumsi binatang dalam skala yang luar biasa. Industri pemotongan hewan merupakan salah satu penyebab utama dari hal ini. Ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa banyak penyakit yang timbul sebagai akibat mengonsumsi daging berbagai jenis hewan. Wujud lain dari interdependensi tersebut adalah pengaruh karma manusia pada kualitas, jumlah spesies, proses pembuahan, dan kesuburan dari aneka flora yang tumbuh di bumi.

Contoh interdependensi antara Citta Niyama dengan Kamma Niyama adalah seorang yang melakukan pemurnian pikiran melalui sila dan samadhi akan mendapatkan kekuatan batin, bisa membaca pikiran orang lain, dan lain-lain.

Interdependensi antara satu niyama dengan niyama lainnya terjalin secara kontinu atau sinambung terus menerus dan dinamis. Sebagai contoh, dalam interdependensi Utu Niyama dengan Kamma Niyama, maka segala apa yang kita lakukan (kamma niyama) juga akan mempengaruhi iklim dunia (utu niyama) misalnya, jika energi karma negatif yang dihasilkan dari akumulasi keserakahan umat manusia telah mencapai titik tertentu, maka akan terjadi gangguan pada alam atau ekosistim yang dapat berupa: musim hujan tak datang pada waktunya; musim kering terlalu panjang, disusul dengan badai hujan yang terlalu ekstrim, dan bencana-bencana lainnya.

Bukti nyata akibat dari akumulasi kerakahan manusia, maka akan terjadi gangguan pada alam maupun ekosistim

III. Global Warning
Global Warming (Pemanasan Global) adalah fenomena dari naiknya suhu permukaan bumi karena meningkatnya efek rumah kaca. Efek rumah kaca di atmosfer meningkat akibat adanya peningkatan kadar gas-gas rumah kaca, antara lain karbon dioksida, metana, ozon. Pemanasan Global atau Global Warming saat ini menjadi isu internasional.
Pemanasan Global mempunyai dampak yang sangat besar bagi dunia dan kehidupan makhluk hidup, yaitu perubahan iklim dunia dan kenaikan permukaan air laut. Kenaikan temperatur dan mencairnya es di Greenland adalah sebuah bukti tak terbantahkan bahwa bumi sedang menderita atas kenaikan suhu yang amat besar. Bila kondisi ini dibiarkan terjadi, maka inilah awal dari Bencana Global. Kondisi ini besar kemungkinan akan bersifat “Irreversible” - tak akan bisa kembali seperti semula.

Istilah Efek Rumah Kaca (Green House Effect) berasal dari pengalaman para petani di daerah iklim sedang yang menanam sayur-mayur dan bunga-bungaan di dalam rumah kaca. Yang terjadi dengan rumah kaca ini, cahaya matahari menembus kaca dan dipantulkan kembali oleh benda-benda dalam ruangan rumah kaca sebagai gelombang panas yang berupa sinar infra merah.

Namun gelombang panas itu terperangkap di dalam ruangan kaca serta tidak bercampur dengan udara dingin di luarnya. Akibatnya, suhu di dalam rumah kaca lebih tinggi daripada di luarnya. Inilah gambaran sederhana terjadinya Efek Rumah Kaca (ERK).

Sebenarnya Gas rumah kaca tidak lah berbahaya jika tidak berlebihan, hal yang berlebihan inilah yang menyebabkan kefatalan. Gas rumah kaca yang memberikan kehangatan pada bumi sangat membantu kelangsungan hidup kita. karena kehidupan di bumi ini sangat memerlukan panas yang cukup.

Lapisan atmosfir terdiri dari, berturut-turut: troposfir, stratosfir, mesosfir dan termosfer: Lapisan terbawah (troposfir) adalah yang yang terpenting dalam kasus ERK. Sekitar 35% dari radiasi matahari tidak sampai ke permukaan bumi. Hampir seluruh radiasi yang bergelombang pendek (sinar alpha, beta dan ultraviolet) diserap oleh tiga lapisan teratas.
Yang lainnya dihamburkan dan dipantulkan kembali ke ruang angkasa. Sisanya masuk ke dalam troposfir. Di dalam troposfir ini, 14 % diserap oleh uap air, debu, dan gas-gas tertentu sehingga hanya sekitar 51% yang sampai ke permukaan bumi. Radiasi yang diterima bumi, sebagian diserap sebagian dipantulkan. Radiasi yang diserap dipancarkan kembali dalam bentuk sinar inframerah.

Akibat dari berbagai radiasi terjadi, kerusakan ozon di lapisan stratosfer menjadi begitu parah. Lapisan ozon melindungi kehidupan di Bumi dari radiasi ultraviolet Matahari. Namun, semakin membesarnya lubang ozon di kawasan kutub Bumi akhir-akhir ini sungguh mengkhawatirkan. Bila hal tersebut tidak diantisipasi, bisa menimbulkan bencana lingkungan yang luar biasa.

IV. Etika Lingkungan
Penyebab bencana ekologis adalah karena generasi kita tidak memiliki etika masa depan. Kita yang lahir sekitar tujuh puluh hingga dua puluh tahun lalu adalah generasi beruntung. Pernah merasakan segarnya udara setiap membuka jendela di pagi hari. Juga bisa menikmati nyanyian merdu burung-burung bagai simfoni penggetar kalbu. Bila hendak mencari rambutan atau kayu bakar, misalnya, cukup berjalan kaki kurang dari setengah jam, kita pun sampai kita ke hutan lebat.

Tapi, anak-anak yang lahir sepuluh tahun belakangan menemukan dunia yang berbeda. Bagi mereka, terutama yang tinggal di kota, kicauan burung lebih mudah ditemukan di layar komputer. Memang bisa saja kalau mau mendengar langsung di hutan, tapi kini hutan sungguh jauh.

Apalagi udara segar, anak-anak kini akrab dengan udara berdebu & berbau minyak pelumas, walaupun tak disadari karena biasa. Lalu, bumi seperti apa yang dijumpai generasi duapuluh tahun ke depan? Kemungkinan jawabannya yaitu, bumi yang mengerikan !
Kenaikan suhu bumi (global warming) telah menjadi perhatian dunia sejak beberapa dekade belakangan. Industralisasi dituding sebagai penyebab utama. Salah satu akibatnya ialah mencairnya es di kutub yang berakibat naiknya permukaan laut, yang pada gilirannya menyebabkan abrasi kawasan pantai. El-Nino, Badai Katrina dan Badai Rita yang menggulung Amerika baru-baru ini diduga sebagai akibat global warming. Yang paling mudah dideteksi ialah, udara terasa semakin panas. Tahun 2005 dilaporkan sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah bumi. Kita yang hidup di Surabaya, belum merasakan akibat langsung pemanasan global. Tapi bukan berarti kita aman.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit), terjadi aksi saling tuding antara negara-negara peserta. Negara berkembang mengeluhkan emisi karbon pabrik-pabrik dan kendaraan bermotor di negara-negara maju. Sebaliknya, negara maju menuduh negara berkembang tidak menjaga kelestarian hutannya sebagai paru-paru dunia. Apakah tudingan negara maju beralasan ?

Kerusakan hutan di Indonesia bukan hanya menjadi masalah warga Indonesia, melainkan juga warga dunia. Direktur Eksekutif Walhi, mengatakan, Indonesia pantas malu karena telah menjadi Negara terbesar ke-3 di dunia sbg penyumbang gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan pembakaran lahan gambut (yang diubah menjadi permukiman atau hutan industri).

Es yang meleleh di kutub-kutub mengalir ke laut lepas dan menyebabkan permuka an laut bumi – termasuk laut di seputar Indonesia – terus meningkat. Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat tinggal. Begitu pula asset-asset usaha wisata pantai.

Upaya penyelamatan lingkungan telah banyak dilakukan, terutama kalangan LSM. Sudah terlalu banyak tinta ter tuang sejak seperempat abad ini, suara jg semakin parau. Namun langkah ini nampak terseok-seok dibandingkan tingkat kerusakan yang terus meluas. Di Prancis, gerakan sadar lingkungan dimulai tahun 60-an. Di Indonesia dan dunia ketiga lainnya relatif baru dimulai.

Masalah ini dianggap penting sehingga pemerintah membentuk Kementerian Lingkungan Hidup. Penanaman pohon, proyek kebersihan, penghargaan lingkungan, lomba kebersihan, dan sebagainya sudah dilakukan. Tapi kepentingan lain, terutama ekonomi selalu berhasil menggilas upaya penyelamatan lingkungan. Nah kini tiba-tiba dunia terkejut! Ternyata alam sudah sedemikian parahnya

Dulu, alam dan manusia hidup secara harmonis. Tapi kini, homo industrialus mengambil posisi berhadapan langsung secara diametral dengan alam, menjadi musuh tak tertaklukkan.

Kepentingan ekonomi mendorong pengusaha perkayuan menebang hutan secara membabi-buta, juga meringankan tangan pemerintah mengeluarkan izin-izin bagi eksploitasi hutan-hutan alam. Dan, setiap upaya hukum bagi para perusak lingkungan ini selalu saja berputar-putar di tempat yang sama. Padahal bumi sudah sakit, sebagaimana manusia membutuhkan dokter karena suatu penyakit, bumi juga membutuhkan “dokter” untuk alasan yang sama. Idealnya, dokter baik ialah dokter yang membantu pasien mencegah penyakit. Tapi kini lupakan itu! Dokter yang diperlukan lingkungan kita adalah yang bisa mengobati penyakit kronis stadium tertinggi.

Obat terbaik yang bisa diresepkan “dokter” lingkungan adalah mengupayakan : Lahirnya Generasi Sadar Lingkungan. Lahirnya Generasi Sadar Lingkungan karena tak mungkin berharap banyak dari generasi kini. Tumpuan harapan ialah anak-anak yang kini bermain di taman kanak-kanak, atau bayi-bayi yang belajar merangkak, bahkan janin-janin di dalam perut ibunya. Dengan terpaksa dan tega, ke pundak-pundak kecil dan masih lemah ini akan kita timpakan beban berat itu.

Mereka akan memutus mata rantai dengan masa lalu, kemudian membangun masa depannya sendiri. Walaupun terlambat, waktu memulainya adalah kini. Semakin ditunda, kita akan melakukan lebih banyak intervensi dibandingkan perlindungan terhadap alam.

Diyakini bahwa generasi baru itu akan lahir dari proses pendidikan. Pendidikan ekologi yang ditanamkan ke sistem berfikir generasi mendatang akan membentuk kesadaran tentang peran penting mereka sebagai “dokter bumi”. Pendidikan lingkungan bukanlah persoalan sederhana, sehingga cukup puas bila melatih anak-anak membuang sampah pada tempatnya.

Pendidikan lingkungan ialah penetrasi mental tentang paradigma baru yaitu “etika masa depan.” Kesadaran ini mesti hadir dalam pola pikir dan wujud dalam setiap gerak inderawi. “Anak-anak mesti mulai diajak ke semak-semak.”

Akhirnya, tanpa bermaksud memperberat pendidikan dengan muatan Ekologi harus segera bergaung. Alih-alih dikenang sebagai pewaris masalah, dengan upaya ini generasi kita masih punya satu harapan kecil, untuk diingat sebagai penabur benih manusia masa depan yang bijak lingkungan, bukan hanya generasi yang rakus pada alam.

Sebagai penutup, Grant Rosoman mengatakan, “tingkat kepunahan spesies tumbuhan dan hewan saat ini kira-kira seribu kali lebih cepat dibanding zaman sebelum bumi dihuni manusia dan diperkirakan akan mencapai sepuluh ribu kali lebih cepat tahun 2050.” Lalu kita hubungkan dengan kalimat Daoed Joesoef, “di bumi Indonesia ada banyak spesies terancam punah, bahkan ada yang sudah punah. Jika perusakan lingkungan tidak segera dihentikan, maka satu spesies menyusul punah, spesies manusia.”

Empat Kesunyataan Mulia berpusat pada Dukkha atau Penderitaan, yang mana disebabkan oleh Keserakahan, Keangkuhan dan Kebodohan. Pada masyarakat yg konsumeris, kita menjadi kewalahan dengan segala dorongan untuk pemenuhan NAFSU melebihi dari apa yang kita butuhkan. Karena konsumeris, keserakahan untuk hidup dengan mewah secara berlebihan, menjadi ancaman bagi Rumah Kita, Dunia Kita, Bumi Kita.

Di banyak negara, kemewahan men jadi acuan kemajuan ekonomi sebagai sesuatu yang di agungkan. Ajaran Buddha memilih jalan tengah, dimana kita diajarkan untuk mengkonsumsi sesuai dengan apa yg kita butuhkan, kita bisa memilih produk secara bijak & dengan mempertimbangkan dampak terhadap orang lain dan bumi kita.

Buddha mengajarkan Jalan Tengah dan Delapan Faktor Ariya menawarkan petunjuk yang lebih men dukung Kehidupan. Dengan mengikuti Majjhima Patipada dan Hasta Ariya Marga, kita dapat berpartisipasi dalam mengurangi problem Pemanasan Global, yaitu :
a. Pandangan Benar.
Mengajarkan bagaimana agar kita dapat lebih sadar, sebagaimana kita mengetahui perubahan cuaca yang terjadi dan akibat pengaruhnya terhadap kita semua?

b. Pikiran Benar
Apakah kita akan menjadi bagian dari persoalan, atau bagian dari pemecahan persoalan (jalan keluar) yang ada?

c. Perbuatan Benar
Kita semua mempunyai peranan dalam tantangan ini, Apa tantangan anda? Perubahan apa yang dapat kita perbuat?

d. Daya Upaya Benar
Tindakan apa yang paling positif untuk di lakukan, dalam keseharian dan di dalam masyarakat? Bagaimana agar kita terlibat dengan yang lain agar upaya yang dilakukan dapat berakibat lebih efektif?

e. Ucapan Benar
Bagaimana agar kita dapat menginfor-masikan dan terlibat dengan masyarakat lain agar dapat terus melangkah maju kedepan sambil membangun jembatan dari kebiasaan masa lalu menuju sebuah model baru yaitu praktek bisnis yang akrab dengan lingkungan & kehidupan.

f. Penghidupan Benar
Keteladanan dalam memenuhi kewajiban hidup sehari hari, dapat diwujudkan dengan tanggung jawab secara konsisten terhadap masa depan dengan mengedepankan Lingkungan yang Bersih dan lebih bergantung kepada enerji yang bersahabat.

g. Perhatian Benar
Bagaimana kita dapat tetap bersikap tenang, peduli dan penuh perhatian kepada yang lain didalam semua aspek kehidupan di bumi ini, meskipun kepada mereka yang tidak berwawasan masa depan yang lebih baik

h. Konsentrasi Benar
Dengan Ketenangan Batin, kita memusatkan Hati dan Pikiran, sehingga kita mendapatkan cara yang terbaik untuk menjelaskan dan bertindak terhadap masalah Pemanasan Global dan Pengaruhnya.

Shakyamuni Buddha juga mengajarkan tentang Pratitya Samutpada yaitu tentang Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan, karena itu setiap Pikiran, setiap Tindakan yang kita lakukan selalu diikuti oleh Konsekuensi. Apa yg kita lakukan hari ini mempunyai Pengaruh Terhadap Masa Depan Global kita – Setiap Pemikiran, Setiap Perbuatan, sekecil apapun, mempunyai pengaruh yang besar. Semua Tergatung kepada kita untuk memilih Pikiran dan Tindakan apa yang akan kita tempuh.

Jikalau kita dapat mengikuti aturan yang sederhana ini maka kita bisa menjadi bagian dari Kampanye Stop Pemanasan Global

Cara-cara praktis dan sederhana ‘mendinginkan’ bumi :
1. Matikan listrik.
(jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik
dalam keadaan standby. Cabut charger telp. genggam dari stop kontak. Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan bakar fosil penyumbang besar emisi).
2. Ganti bohlam lampu (ke jenis CFL, sesuai daya listrik. Meski harganya agak mahal, lampu ini lebih hemat listrik dan awet).
3. Bersihkan lampu
(debu bisa mengurangi tingkat penerangan hingga 5%).
4. Jika terpaksa memakai AC, tutup pintu dan jendela selama AC menyala. Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24°C.
5. Gunakan timer (untuk AC, microwave, oven, magic jar, dll).
6. Alihkan panas limbah mesin AC untuk mengoperasikan water-heater.
7. Tanam Pohon di lingkungan sekitar Anda.
8. Jemur pakaian di luar. Angin dan panas matahari lebih baik ketimbang memakai mesin (dryer) yang banyak mengeluar kan emisi karbon. Gunakan kendaraan umum. (untuk mengurangi polusi udara).
10. Hemat Penggunaan Kertas (bahan bakunya berasal dari kayu).
11. Say No to Plastic. Hampir semua sampah plastic menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Atau Anda juga dapat membantu mengumpulkannya untuk didaur ulang kembali.
12 Jangan membakar sampah, terutama sampah plastik
Sebarkan berita ini kepada orang di sekitar Anda, agar mereka turut berperan serta dalam menyelamatkan bumi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Total Tayangan Halaman

Blogger templates